Assalamualaikum
wr wb
Pada
kesempatan ini saya akan share artikel yang baru saya abaca mengenai shalat
sunnah qabliyah jum’at dari rumaysho.com. semoga bermanfaat.
Apakah terdapat shalat sunnah rawatib qobliyah (sebelum) Jum’at ataukah tidak, hal ini
diperselisihkan oleh para ulama? Kali ini kita akan mengulas sedikit akan
masalah tersebut.
Jika kita melihat hadits, begitu pula atsar sahabat disebutkan
mengenai adanya empat raka’at shalat sunnah atau selain itu. Namun hal ini
bukan menunjukkan bahwa raka’at-raka’at tadi termasuk shalat sunnah rawatib
sebelum Jum’at sebagaimana halnya dalam shalat Zhuhur. Dalil-dalil tadi hanya
menunjukkan adanya shalat sunnah sebelum Jum’at, namun bukan shalat sunnah
rawatib, tetapi shalat sunnah mutlak. Artinya, kita melakukan shalat sunnah dengan
dua raka’at salam tanpa dibatasi, boleh dilakukan berulang kali hingga
imam naik mimbar.
Dalil-dalil yang menunjukkan bahwa yang
dimaksud adalah shalat sunnah mutlak,
عن سَلْمَانَ الْفَارِسِي رضي
الله عنه قَالَ : قَالَ النَّبِي صلى الله عليه وسلم : ( لاَ يَغْتَسِلُ رَجُلٌ
يَوْمَ الْجُمُعَةِ ، وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ ، وَيَدَّهِنُ
مِنْ دُهْنِهِ ، أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ ثُمَّ يَخْرُجُ ، فَلاَ يُفَرِّقُ
بَيْنَ اثْنَيْنِ ، ثُمَّ يُصَلِّى مَا كُتِبَ لَهُ ، ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا
تَكَلَّمَ الإِمَامُ ، إِلاَّ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ
الأُخْرَى ) رواه البخاري (883) .
Dari
Salmaan Al Faarisi, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seseorang
mandi pada hari Jum’at, lalu ia bersuci semampu dia, lalu ia memakai minyak
atau ia memakai wewangian di rumahnya lalu ia keluar, lantas ia tidak
memisahkan di antara dua jama’ah (di masjid), kemudian ia melaksanakan
shalat yang ditetapkan untuknya, lalu ia diam ketika imam berkhutbah,
melainkan akan diampuni dosa yang diperbuat antara Jum’at yang satu dan Jum’at
yang lainnya.” (HR. Bukhari no. 883)
وعن ثعلبة بن أبي مالك أنهم
كانوا في زمان عمر بن الخطاب يصلون يوم الجمعة حتى يخرج عمر . أخرجه مالك في
"الموطأ" (1/103) وصححه النووي في "المجموع" (4/550).
Dari Tsa’labah bin Abi Malik, mereka di zaman
‘Umar bin Al Khottob melakukan shalat (sunnah) pada hari Jum’at hingga keluar
‘Umar (yang bertindak selaku imam). (Disebutkan dalam Al Muwatho’, 1: 103.
Dishahihkan oleh An Nawawi dalam Al Majmu’, 4: 550).
وعن نافع قَال : كان ابن عمر
يصلي قبل الجمعة اثنتي عشرة ركعة . عزاه ابن رجب في "فتح الباري"
(8/329) لمصنف عبد الرزاق .
Dari Naafi’, ia berkata, “Dahulu Ibnu ‘Umar
shalat sebelem Jum’at 12 raka’at.” (Dikeluarkan oleh ‘Abdur Rozaq dalam
Mushonnafnya 8: 329, dikuatkan oleh Ibnu Rajab dalam Fathul Bari).
Tidak benar jika dalil-dalil di atas dimaksudkan untuk shalat sunnah rawatib
sebelum Jum’at. Karena seandainya yang dimaksud adalah shalat rawatib tersebut,
maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah punya
kesempatan melakukannya. Ketika shalat Jum’at, kebiasaan beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah beliau keluar dari rumah, lalu langsung naik mimbar
(tanpa ada shalat tahiyyatul masjid bagi beliau), lalu beliau berkhutbah di
mimbar, lantas turun dari mimbar dan melaksanakan shalat Jum’at.
Jika ada yang menyatakan adanya shalat sunnah rawatib sebelum
Jum’at, maka kami katakan, “Kapan waktu melakukan shalat tersebut di masa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam?”
Jika dijawab, setelah adzan. Maka tidaklah benar karena tidak
ada dalil yang mendukungnya. Yang terjadi di masa Nabishallallahu ‘alaihi wa
sallam, adzan Jum’at hanya sekali.
Jika dijawab, sebelum
adzan. Maka seperti itu bukanlah shalat sunnah rawatib. Itu disebut shalat
sunnah mutlak.
Salah
seorang ulama besar Syafi’iyah, Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah berkata,
وأما سنة الجمعة التي قبلها فلم
يثبت فيها شيء
“Adapun shalat sunnah
rawatib sebelumm Jum’at, maka tidak ada hadits shahih yang mendukungnya.” (Fathul Bari, 2:
426)
Ibnul
Qayyim dalam Zaadul Ma’ad menyebutkan,
" وكان إذا فرغ بلال من الأذان أخذ النبي
صلى الله عليه وسلم في الخطبة ، ولم يقم أحد يركع ركعتين البتة ، ولم يكن الأذان
إلا واحدا ، وهذا يدل على أن الجمعة كالعيد لا سنة لها قبلها ، وهذا أصح قولي
العلماء ، وعليه تدل السنة ، فإن النبي صلى الله عليه وسلم كان يخرج من بيته ،
فإذا رقي المنبر أخذ بلال في أذان الجمعة ، فإذا أكمله أخذ النبي صلى الله عليه
وسلم في الخطبة من غير فصل ، وهذا كان رأي عين ، فمتى كانوا يصلون السنة ؟
“Jika
bilal telah mengumandangkan adzan Jum’at, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam langsung berkhutbah
dan tidak ada seorang pun berdiri melaksanakan shalat dua raka’at kala itu. (Di
masa beliau), adzan Jum’at hanya dikumandangkan sekali. Ini menunjukkan bahwa
shalat Jum’at itu seperti shalat ‘ied yaitu sama-sama tidak ada shalat sunnah qobliyah
sebelumnya. Inilah di antara pendapat ulama yang lebih tepat dan inilah yang
didukung hadits. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu pernah keluar
dari rumah beliau, lalu beliau langsung naik mimbar dan Bilal pun
mengumandangkan adzan. Jika adzan telah selesai berkumandang, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pun berkhutbah dan tidak ada selang waktu (untuk shalat sunnah
kala itu). Inilah yang disaksikan di masa beliau. Lantas kapan waktu
melaksanakan shalat sunnah (qobliyah Jum’at tersebut)?”
Jadi ketika kita masuk
masjid, jika kita bukan imam, maka lakukanlah shalat tahiyatul masjid dan boleh
menambah shalat sunnah dua raka’at tanpa dibatasi. Shalat sunnah tersebut boleh
dilakukan sampai imam naik mimbar. Dan shalat sunnah yang dimaksud bukanlah
shalat sunnah qobliyah Jum’at, namun shalat sunnah mutlak.
Wallahu a’lam. Hanya Allah yang memberi
taufik.
Semoga dengan adanya artikel ini kita lebih
mendekatkan diri kepada Allah SWT
Wassalamualaikum wr wb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar